
Bila anda berkunjung ke kawasan Peniwen, Jawa Timur, mampirlah sejenak ke Monumen Peniwen Affair. Monumen ini terletak di Jalan Palang Merah Remaja, Kabupaten Kromengan, Peniwen. Monumen ini berada di ujung desa Peniwen. Monumen ini diresmikan pada tanggal 19 November 1983 oleh DR. Sutojo Sumadimedja. Pembangunan monumen ini diprakarsai oleh Bupati Malang Edi Slamet. Dananya berasal dari AMPI, warga Peniwen dan dana pribadi Bupati Edi. Sedangkan nama jalan tersebut diresmikan oleh Wakil Presiden H. Jusuf Kalla pada tanggal 15 Januari 2011 silam.
Di kiri dan
kanan jalan sepanjang perjalanan menuju ke monument ini, anda akan disapa oleh
hamparan sawah dan pepohonan buah duku dan buah naga yang indah. Jalanan yang
berliku – liku membuat adrenalin saya terpacu. Guyuran hujan deras di pagi hari
itu menambah sejuknya udara di kawasan Peniwen.
Flashback
sejenak, zaman dahulu kala desa Peniwen digunakan untuk pusat pertahanan tentara
RI. Di desa ini didirikan Palang Merah Remaja untuk membantu tentara RI yang
menjadi korban peperangan. Namun hal ini tercium oleh mata – mata Belanda. Sabtu
sore pukul 14.00 WIB tanggal 19 Februari 1949, kurang lebih satu kompi pasukan
Belanda bersenjata lengkap memasuki Desa Peniwen. Mereka memaksa keluar semua
anggota PMR dari rumah pengobatan Panti Husada (sekarang digunakan sebagai SD
Peniwen). Lalu mengumpulkan mereka di depan balai pengobatan.
Seluruh
tangan mereka diikat dengan kabel dan dirangkai menjadi satu. Namun karena
kabel kurang panjang, kabel tersebut tidak dapat mengikat beberapa anggota PMR
dan warga. Mereka disuruh berlutut dengan posisi kepala ditanah sambil
meletakkan tangan di kepala. Kemudian mereka memisahkan para tahanan. Tahanan
perempuan tidak dieksekusi namun diperkosa. Sedangkan tahanan pria yang
tangannya tidak diikat kabel, dieksekusi satu per satu dan ditebak dari jarak
dekat. Selain itu mereka juga merampas obat – obatan serta menghancurkan papan
nama PMR.
Berita mengenai
kejadian tersebut menyebar secara luas dan menjadi perhatian dunia
internasional. Hal tersebut membuat Peniwen mendapat dukungan dari Perancis,
Argentina, Jerman, Swiss dan Inggris. Negara – Negara tersebut memaksa Belanda
untuk menghentikan agresinya. Peristiwa tersebut dikenang sebagai peristiwa
Agresi Militer Belanda II. Singkat cerita Belanda menandatangani perjanjian
Roem Royen pada Mei 1949. Perjanjian inilah yang mengakhiri Agresi Militer
Belanda II di Indonesia.
Dua belas
orang PMR dan lima masyarakat Peniwen yang meninggal dalam tragedi tersebut
dimakamkan di depan Monumen Peniwen Affair. Makam berwarna putih yang terbuat
dari batu tersebut bertuliskan nama – nama pejuang yang gugur. Dua belas nama
PMR yang gugur dalam tragedi tersebut sebagai berikut Slamet Ponidjo, JW
Paindong, Suyono Inswihardjo, Wiyarno, Roby Andris, Kodori, Matsaid, Said,
Sowan, Sugiyanto, Nakrowi, dan Soedono. Sementara nama lima orang yang lainnya
adalah Wagimo, Rantiman, Twiandoyo, Sriadji, dan Pak Kemis.
Monumen Peniwen
Affair merupakan satu – satunya monumen PMR di Indonesia yang juga merupakan satu dari dua monumen
Palang Merah yang diakui secara internasional. Monumen ini mendapat pengakuan
dari UNESCO, PBB sebagai warisan sejarah dunia di era perang dunia. Setiap
tanggal 19 Februari dan 16 Agustus, selalu dilaksanakan apel untuk mengenang
jasa para pahlawan PMR, yang diikuti oleh warga setempat. Pada rangkaian apel,
terdapat prosesi penyerahan karangan bunga, pembacaan doa, diikuti dengan
kronologis peristiwa penembakan.
Ditengah –
tengah halaman makam terdapat satu buah pohon yang tinggi besar berbentuk
seperti brokoli raksasa. Sangat unik untuk spot berfoto. Bagi anda yang ingin
mengunjungi tempat ini, saya sarankan untuk membawa camilan atau makanan sendiri,
karena disekitar tempat ini belum ada warga yang menjajakan dagangan.
- Debora
Komentar
Posting Komentar